<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d7025216\x26blogName\x3dCinta+-+Busana+%26+Perkawinan\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://cintaku-bp.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://cintaku-bp.blogspot.com/\x26vt\x3d4760631192598728378', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

soal poligami | Saturday, June 03, 2006


Poligami dalam Islam adalah rahmat Allah yang besar. Tapi sayangnya, sebagian orang dimasa sekarang menolaknya dengan keras. Penetrasi pemikiran (fikroh) sekuler, liberalisme dan feminisme telah mengaburkan pemahaman tentang poligami dalam Islam. Akhirnya, sebagian orang secara membabi-buta menolak poligami.

Sebelum memahami persoalan poligami, sudah sewajarnya kita mempelajari definisi, sejarah dan tujuan poligami itu sendiri. Tidak hanya pandai menolak dan gebyah-uyah mendangkalkan kebaikan yang ada pada poligami itu sendiri. Dengan pemahaman yang memadai, diharapkan dukungan dan penolakan terhadap poligami benar-benar lahir dari sebuah jawaban rasional.

Selain istilah poligami, dikenal istilah poligini. Poligini adalah menikahi wanita lebih dari satu dalam waktu bersamaan. Poligami memiliki makna yang sama dengan poligini. Perbedaannya, dalam poligami jumlah wanita yang boleh dinikahi dibatasi. Sedangkan poligini tidak membatasi jumlah wanita yang boleh dinikahi. Kebanyakan orang hanya mengenal poligami tanpa mengetahui bahwa istilah poligami hanyalah turunan dari istilah poligini. Sehingga poligini yang sering dilihatnya, dikiranya poligami. Bagi orang yang berlatar belakang pendidikan Matematika dan Hukum, mereka memandang penting perbedaan definisi ini.

Selain soal batasan jumlah wanita yang boleh dinikahi, perbedaan poligini dan poligami lebih banyak menyangkut maksud dan tujuan diberlakukannya poli-poli tersebut. Poligini muncul bertujuan untuk menyalurkan libido lelaki yang secara fitrah memang lebih besar daripada libido kaum hawa. Bukan kemauan para lelaki memiliki libido besar, tapi 'sudah dari sononya' begitu. Secara biologis, produksi sperma manusia berlangsung terus menerus tanpa henti sejak akil baligh hingga ajal menjemputnya. Sedangkan produksi ovum perempuan bisa beristirahat tiap bulannya (baca: haid/menstruasi). Bahkan perempuan memiliki masa menapause. [1]

Perempuan patut bersyukur bisa melakukan haid untuk mengeluarkan sel telurnya yang tidak dibuahi. Tanpa diniatkan dan nafsu apapun, haid akan berlangsung dengan sendirinya. Nggak ada wanita 'kebeled' haid, seperti kencing. Sedangkan lelaki hanya bisa mengeluarkan sel spermanya melalui dua cara: onani dan sex. Ada dentuman hormon, emosi dan jiwa yang memaksa sperma dikeluarkan. Jika ditahan, penyakit kelenjar prostat siap menanti. Bersyukurlah wahai wanita!

Sedangkan poligami memiliki maksud mengatasi persoalan sosial yang muncul dari poligini; yaitu kehormatan, keturunan, dan keadilan. Pertama, mengangkat kehormatan perempuan menuju perikatan suci yaitu pernikahan. Kedua, menjaga silsilah keturunan dan masa depan keturunan deri persoalaan budaya, sosial, dan ekonomi. Ketiga, menegakkan keadilan ekonomi dan biologis diantara para perempuan yang dipoligini.

Sejarah peradaban manusia diwarnai dengan praktek poligini dimana-mana. Praktek poligini dapat terjadi pada sistem sosial patrilineal (Ayah) maupun matrilineal (Nenek-Mamak). Para nabi dalam agama samawi juga mempraktekkan poligini, tetapi poligini dalam arti poligami, bukan poligini an-sich.

Hanya 2 peradaban dalam sejarah peradaban dunia yang sama sekali tidak pernah mempraktekkan poligini yaitu Romawi Kuno dan Yunani Kuno; akar dari sejarah peradaban eropa modern. Tetapi sejarah mencatat, di 2 peradaban yang menentang poligini itulah, praktek pelacuran, perzinahan dan perselingkuhan meraja lela. Monogami hanyalah praktek hukum diatas kertas. Kebutuhan sosial poligini ditoleransi dengan praktek pelacuran, perzinahan dan perselingkuhan. Disanalah wanita hanya dijadikan simbol cinta, disanjung dan dinomersatukan, tanpa diperhatikan harga dirinya.

***

Poligami lebih mulia daripada poligini. Asumsi awal praktek poligami sebenarnya adalah monogami. Tapi menimbang kebutuhan sosial dan biologis manusia, ada perbaikan sistem poligini, yaitu poligami. Poligami memang hanya dikenal dalam ajaran Islam. Diluar Islam, mereka justru mempraktekkan poligini.

Inilah ayat yang menjadi dasar praktek poligami dalam Islam


Dan jika kami tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
[An Nisaa: 3]
Dalam ayat tersebut, Allah memberi toleransi kepada lelaki untuk menikahi wanita yang mereka senangi: dua, tiga atau empat. Ini bukan perintah, tetapi toleransi poligini yang dibatasi. Itupun masih ditambahi syarat: Adil! Jika tidak mampu adil, maka nikahi satu wanita saja.

Perdebatanpun terjadi seputar definisi 'adil'. Jika kita menggunakan definisi adil dari buah pikiran manusia, maka kesepakatan arti 'adil' tidak akan pernah tercapai [2]. Seperti bantahan orang-orang yang selalu menolak poligami dalam Islam dengan alasan: lelaki tidak akan pernah bisa adil, tapi kalau Rasul bisa! Inilah ayat yang selalu menjadi dalil para pengingkar poligami.


Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[An Nisaa: 129]
Karena konteks pembicaraan kita adalah tentang tafsir firman Tuhan maka definisi 'adil' harus menggunakan definisi dari Tuhan, bukan manusia. Al Quran bukan ayat yang bisa dibentur-benturkan demikian. Lihatlah konteks pembicaraan Tuhan dalam kata adil di kedua ayat tersebut.

Dalam ayat yang mengijinkan poligami, Allah sedang berbicara soal harta anak yatim (materi). --Bacalah-An-Nisa-ayat-2--. Karena dikhawatirkan terjadi perbuatan memakan harta anak yatim (baca: ketidakadilan), maka Islam menghimbau untuk menikahi wanita biasa (bukan anak yatim) yang disenangi paling banyak empat. Jadi, adil dalam ayat 3 surat An Nisaa adalah adil soal material. Bagaimanapun soal material, sangat mungkin sekali terjadi keadilan --kalau-mau-adil--, karena ukurannya cukup jelas: angka matematis.

Sedangkan kata 'adil' dalam An Nisa ayat 129, "Dan sekali-kali kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin...", konteksnya ada di ayat 128: yaitu sikap nusyuz (acuh tak acuh). Lebih jelasnya, maksud "... kamu tidak akan dapat berlaku adil..." adalah soal sikap/kecenderungan, yang umumnya diterima perempuan dalam bentuk perasaan hati.

Memang kita akui, tidak akan ada satupun manusia yang dapat berlaku adil jika ukurannya adalah soal hati. Ukuran hati sangatlah subjektif, sangat bergantung pada tingkat keimanan, kedewasaan, pendidikan, sikon dan latar sosial budaya. Allah tidaklah mungkin menetapkan syariatnya yang bisa ditafsirkan manusia sesuka hatinya.

Lihatlah, di ayat soal poligami, Allah menetapkan syarat adil dalam konteks adil soal meterial: nafkah. Sedangkan dalam ayat 129, Allah mengisyaratkan manusia tidak mungkin bisa adil dalam soal sikap nusyuz (acuh tak acuh/kecenderungan) sehingga membuat yang lain terkatung-katung (<-- konteks materi). Contoh simpelnya, jangan sampai istri muda dibelikan rumah dan mobil, sedangkan istri tua cukup diberi nafkah makan saja. Itu jelas perbuatan tidak adil yang melanggar ayat soal poligami (An Nisaa: 3). Tapi soal hati, wallahu alam, yang pasti kemungkinan istri tua akan merasa diacuhkan (meski belum tentu diacuhkan). Makanya Allah memberi solusi mengatasi ini dengan melarang kita melakukan kecurangan (An Nisaa: 129) yang membuat istri lainnya terkatung-katung.

Soal keadilan 'rasa', Rasulullah sekalipun nyaris kesulitan mempraktekannya. Masalahnya ini soal rasa. Tercatat dalam sejarah, bagaimana cemburunya Aisyah pada Khadijah sebagai istri yang paling dicintai Rasul. Tercatat pula dalam sejarah, bagaimana Rasulullah tersinggung saat mengetahui putrinya (baca: Fatimatuzzahra) sedih mengetahui Ali bin Abu Thalib akan menikah lagi. Sampai-sampai Rasul mengeluarkan kata-kata, "Barang siapa yang menyakiti putriku, maka ia menyakiti Rasul Allah.". Sekali lagi, ini soal perasaan. Meskipun demikian, kecintaannya kepada putrinya tidak sampai menolak poligami. Rasul tetap melakukan poligami dan mengijinkan para sahabat melakukannya.

***

Yang dewasa ini terjadi adalah praktek poligini, atau poligami yang disalahartikan. Mereka menggunakan dalil 'toleransi berpoligami' untuk menikah lagi secara bebas. Padahal untuk mengambil keputusan berpoligami, semestinya para lelaki memahami dengan baik syarat yang ditetapkan oleh Allah: Adil! Para lelaki tidak boleh cenderung pada istri yang lebih muda sehingga menimbulkan ketidakadilan ekonomi.

Konsep ketidakadilan dalam keluarga ini bukan berasal dari Islam, tapi dari negeri pendukung monogami: yaitu Eropa. Di Eropa sering terjadi ketidakadilan ekonomi dalam keluarga karena mereka memang tidak mengatur soal internal bahtera rumah tangga. Di barat, harta suami adalah miliknya sendiri, dan ia bebas memberikan kepada siapapun yang ingin dia berikan. Itulah sebabnya, wanita barat terkadang harus berjuang sendiri untuk menjaga ketahanan ekonominya, sebab lelakinya memang tidak bertanggung jawab penuh soal perekonomian keluarga.

Di barat, konsep keluarga hanya didasarkan pada konsep 'cinta'. Laksana Pangeran Cupid [3] yang mendambakan Dewi Venus [4] atau tragedi cinta St. Valentine [5]. Nyaris seluruh catatan sejarah peradaban Yunani dan Romawi Kuno dipenuhi dengan episode soal Cinta. Konsep cinta tunggal inilah yang dikemudian hari diterjemahkan dalam konsep monogami. Pernikahan bagi orang barat, bukanlah bertujuan pembentukan keluarga, tapi peresmian cinta.

Celakalah kaum muslimin yang mendewakan cinta.

Bangsa Eropa berusaha melakukan expansi konsep monogami mereka. Mereka memaksa kaum muslimin menerima konsep monogami dengan dalih ketidakadilan, gender dan feminisme. Padahal dalam Islam tidak ada persoalan gender; sementara konsep poligami dalam Islam sudah ditata dalam konsep keadilan Islam. Demi tujuannya itu, barat justru menebar frase pemikiran paling menakutkan dalam sejarah peradaban manusia: CINTA. Ratusan juta pemuda pemudi muslim terjerat senandung cinta, yang akhirnya justru malah menolak konsep yang telah disediakan Islam. Perlahan tapi pasti, mereka menjadi pendukung gerakan feminisme ala barat. Sedangkan jika ditanya soal definisi dan sejarah monogami, poligini, dan poligami, mereka bungkam. Mereka cuma menelan mentah-mentah jualan cinta orang barat.

***

Bicara soal poligami, ayah saya pernah menyuruh saya pergi ke tempat pelacuran. Disana saya dipersilakan bertanya kepada para pelacur; sukakah mereka dengan profesi mereka (baca: profesi pelacur). Jangan kaget jika mendapatkan jawaban: "Saya lebih baik dinikahi jadi istri simpanan daripada harus bergelimang dosa.". Ternyata, mereka lebih memilih jalan kehormatan: dipoligami. Tapi kita harus gigit jari, kebanyakan istri pelanggan kompleks pelacuran adalah pendukung berat monogami. "Mending suami gw jajan ajah deh daripada gw dimadu.".

Mungkin anda termasuk perempuan yang mendukung monogami dan berusaha memaksakannya dalam draft hukum UU Perkawinan Indonesia. Bersyukurlah anda telah mendapatan suami yang mencintai anda dan andapun mencintainya. Tapi janganlah sombong! Mentang-mentang anda sudah menggenggam apa yang ingin anda dambakan, lalu anda menghalangi kemungkinan orang lain mendapatkan kebahagiaan pula. Anda tidak mencintai pasangan hidup anda, tapi anda hanya mencintai diri sendiri. Cinta anda adalah cinta yang dibalut dalam ke-Aku-an(baca: Egoisme!). Ingatlah di luar sana, ada banyak wanita yang tidak seberuntung anda, hingga mereka harus merelakan dipoligami. Mereka adalah para pelacur, korban perkosaan, janda-janda miskin, dan gadis-gadis yang telat menikah. Diluar sana banyak pula wanita yang menginginkan mendapatkan kebaikan dari suami anda, wanita-wanita shalehah yang kesulitan mencari suami shaleh. Bagaimana jika anda berada diposisi mereka? Mempertahanan idealisme monogami? Sampai mati kemungkinan anda tidak mendapatkan suami yang anda dambakan.

Mungkin anda seorang lelaki yang mendukung monogami. Bersyukurlah karena istri anda masih bisa memenuhi semua kebutuhan cinta anda. Saya cuma berdoa, semoga anda benar-benar mencintai pasangan hidup anda: tidak berselingkuh, tidak berzina, dan tidak melacur. Jika anda melakukannya, tanyakan pada hati nurani anda: Apakah anda setuju dengan saya soal Poligami?

*************************
Created at 10:04 PM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

July 2005[x] September 2005[x] June 2006[x]